Selasa, 18 Mei 2010

Rainy season dan dry season adalah dua musim yang ada di indonesia.Rainy season juga disebut wet season.Di negara-negara yang terletak didekat kutub bumi terdapat empat musim yaitu spring,summer,autumn dan winter.
Pada spring udara segar,pohon-pohon mulai mengeluarkan daun-daun muda,serangga berterbangan dan burung-burung berkicau.
Binatang-binatang yang melakukan hibernasi (tidur selama musim dingin)keluar dari sarangnya.
Pada saat summer, matahari bersinar terik keadaannya sama dengan musim kemarau di indonesia.
Pada saat autum, daun-daun mulai berguguran, angin bertiup keras dan udara dingin, autumn disebut juga dengan pall season.
Pada saat winter, pohon-pohon sama sekali tidak berdaun.Pohon dan tanah tertutup salju.Udara sangat dingin, lebih dingin dari lemari es.Binatang yang bisa berpindah tempat seperti burung dan kupu-kupu akan pergi ke daerah yang lebih baik yang tidak tertutup salju sedangkan binatang yang tidak bisa berpindah tempat seperti bajing/tupai akan melakukan hibernasi yaitu tidur selama dingin tanpa makan dan minum.jantungnya berdetak amat pelan seperti sudah mati.

Kamis, 26 November 2009

Arti Puisi


Puisi sebagai salah satu karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya (Riffaterre, 1978:1). Orang tidak akan dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna dan mempunyai arti.

Menurut Altenbernd (1970:2) puisi adalah pendramaan pengamalan yang bersifat penafsiran dalam bahasa berirama. Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi adalah kata-kata terindah dalam susunan terindah. Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan yang imajinati, yaitu perasaan yang diangankan.
Unsur terbentuknya puisi dari pemikiran, ide, atau emosi, bentuk dan kesannya. Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama.
Puisi adalah karya sastra. Semua karya sastra bersifat imajinatif. Bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak digunakan makna kias dan makna majas. Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Puisi sebagai karya seni itu puitis. Kata puitis sudah mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi. Sesuatu yang dikatakan puitis bila hal itu membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan keharuan. Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait; dengan bunyi: persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambing rasa, dan orkestrasi.
Tematik Hal yang diperlukan untuk menyusun tematik dalam hal puisi adalah menggambarkan wajah si juru bicara yang disuarakan oleh ungkapan bahasa yang bersifat monolog. Selain itu adalah pendengar serta hubungan antara juru bicara dengan penengar yang dilukiskan atau disarankan. Kategori lain yang penting untuk menyusun tematik ialah waktu dan ruang. Tema berhubungan dengan arti karya sastra, sedangkan amanat berhubungan dengan makna karya sastra. Tema bersifat lugas, obyektif, dan khusus. Sedangkan amanat bersifat kias, subyektif, dan umum. Dalam penyusunannya unsur-unsur bahasa itu dirapikan, diperbagus, diatur sebaik-baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi.
Hakikat adalah unsur hakiki yang menjiwai puisi, sedangkan medium bagaimana hakikat itu diungkapkan disebut metode puisi. Tipografi puisi ini kira perlu dimasukkan dalam unsur puisi mkarena penyair mempunyai maksud tertentu dalam memilih topografi puisinya. Unsur-unsur puisi tidaklah berdiri sendiri-sendiri tetapi merupakan sebuah struktur. Seluruh unsur merupakan kesatuan dan unsur yang satu dengan yang lainnya.
Sementara inti puisi adalah satu daya atau kemampuan melihat sesuatu kebenaran atau kenyataan tanpa pengalaman langsung atau dibantu oleh satu proses logika.

Puisi : Pengertian dan Unsur-unsurnya

Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun, membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.

Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
Yang Membedakan Puisi dari Prosa :
Slametmulyana (1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua, puisi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga, di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi). Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara menyebarkan kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang bersifat naratif, menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)
Perbedaan lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa menyatakan sesuatu secara langsung.
Unsur-unsur Puisi :
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

SENI BUDAYA ISLAMI (Puisi dalam Persfektif Islam)

Islami bagi saya adalah sebuah situasi dan kondisi suatu proses yang didasari oleh tujuan untuk menuju jalan Allah. Artinya, segala kegiatan yang dilakukan itu selalu diwarnai oleh nilai-nilai keislaman. Dengan demikian, bagi umat Islam nilai yang harus mengarahkan seluruh aktivitasnya, lahir dan batin, dan yang kepadanya bermuara seluruh gerak langkah dan detak jantung adalah keesaan Allah (tauhid). Tentang keesan Allah ini kita simak berikut ini.
“Keesaan Tuhan bukanlah satu konsep di tengah-tengah berbagai konsep, akan tetapi ia merupakan suatu prinsip lengkap menembus semua dimensi yang mengatur seluruh khazanah fundamental keimanan dan aksi manusia....”
Hal di atas menurut Quraish Shihab2 berarti bahwa keesaan berisi satu inti di pusatnya, dan sejumlah orbit unisentris di sekelilingnya. Pada orbit-orbit itulah prinsip keesaan mengejawantahkan diri dalam tingkat yang berbeda-beda. Dengan demikian, dari keesaan Tuhan, dan kepada keesaan-Nya, memancar kesatuan-kesatuan lainnya, seperti kesatuan kehidupan dunia dan akhirat, kesatuan natural dan supranatural, kesatuan ilmu dalam berbagai disiplin dengan amal, kesatuan sosial budaya dan praktik-praktiknya, dll.
Puisi jika ditinjau menurut pemikiran Shihab berarti merupakan bagian dari orbit untuk menuju inti, ketauhidan Allah. Sebagai salah satu bagian dari orbit itu, sesungguhnya puisi mempunyai kedudukan cukup istimewa dalam pemikiran Islam. Dalam bagian ini saya akan merumuskan pemikiran Ali Ahmad Said (Adonis), salah satu dari sepuluh penyair Arab yang lahir setelah Perang Duni II yang terdapat dalam buku Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab—Islam, pada subbab “Kemapanan dalam Kritik dan Puisi”. Pemikiranya secara khusus membahas puisi dan kedudukannya dalam masyarakat. Selanjutnya, hal ini akan saya gunakan sebagai kerangka untuk melihat atau menganalisis seni budaya secara umum. Dalam Alquran, sebutan penyair dinyatakan secara bersama-sama dengan beberapa sebutan seperti orang gila, penyihir, dukun, dan juga dengan sebutan setan. Menurut Adonis, sebutan yang bersamaan itu berarti bahwa puisi tidak membawa kebenaran. Penyebutan yang bersamaan itu sebenarnya mempunyai makna yang berbeda. Pedukunan dan sihir mempunyai porsi khusus dalam Alquran. Diantara penyair ada yang beriman, beramal kebajikan dan banyak mengingat Allah. Oleh karena itu, diantara puisi ada yang berbicara mengenai keimanan dan mengingat Allah. Fungsi baru dari puisi yang disinggung Alquran ini dijelaskan oleh nabi dan diperkuat dalam sunnah, ucapan dan tindakannya. Beliau mengatakan, sebagaimana yang diriwayatkan, “Puisi tidak lain hanyalah suatu ujaran yang diciptakan. Oleh karena itu, puisi yang sejalan dengan kebenaran adalah baik, dan yang tidak sejalan dengan kebenaran tidak mengandung kebaikan.” Sabdanya yang lain, “Puisi pada dasarnya hanyalah ujaran. Diantara ujaran itu ada yang jelek dan ada yang baik.”
Dalam riwayat lain, meskipun banyak kritikus menganggap lemah, beliau mengatakan bahwa Imri al-Qais adalah pemimpin penyair yang menuju ke neraka. Dalam hal ini, Ibn Qutaibah menyatakan tentang Imri al-Qais bahwa dia melakukan tindakan porno dalam puisinya. Semua ini menunjukkan bahwa nabi melihat puisi sebagaimana beliau melihat ujaran. Beliau menilai baik terhadap ujaran yang baik dan menilai jelek terhadap ujaran yang jelek. Yang baik adalah selama puisi tersebut dipergunakan untuk ‘memuji’ Allah dan agama, serta ‘mengejek’ musuh-musuh Allah dan agama. Dengan demikian, puisi adalah sarana ideologis: dipakai untuk membela dan memberitakan kabar gembira (memuji), atau mengkritik dan menyerang (hija). Hal ini menunjukkan bahwa nabi memandang puisi memiliki pengaruh dan efektivitasnya. Dari sini, kita dapat memahami sikap beliau yang memuji puisi yang mengadopsi nilai-nilai Islam dan yang mempertahankan nilai nilai tersebut, dan mencerca puisi yang menyimpang dari nilai-nilai tersebut, serta melarang untuk meriwayatkan puisi senacam itu.
Selain menguraikan tentang penilaian nabi terhadap puisi, Adonis juga menguraikan penilaian puisi yang dilakukan para sahabat nabi. Tentang Umar misalnya, beliau dikatakan sebagai orang yang paling pandai pada zamannya dalam mengkritik puisi, dan paling mengetahui puisi. Umar tidak hanya memberikan pujian terhadap puisi yang memberikan inspirasi terhadap ahlak-ahlak Islam, tetapi juga memberikan hukuman kepada siapa saja yang menyimpang dari ahlak tersebut. Ali menyatakan bahwa puisimerupakan ilmu yang valid. Akan tetapi, puisi yang dimaksudkan adalah jenis puisi yang diberi orientasi dan dipuji nabi, Abu Bakar, dan Umar.
Uraian di atas dapat disimpulkan:
*Pertama, Islam mengakui puisi dengan syarat puisi menjadi sarana mengabdi kepada agama dan menjadi sistem yang mendukungnya.
*Kedua, muatan yang diakui oleh Islam dan diperjuangkan untuk diekspresikan terlukiskan pada kebenaran-kebenaran yang sudah jelas, yang telah diwahyukan dan disampaikan.
*Ketiga, kejelasan, kemapanan dan kesempurnaan muatan (isi, makna) menyebabkan tidak adanya pembedaan secara tepat dan cermat antara efektivitas ilmiah di satu sisi dengan efektifitas puitik, dan artistik secara umum di sisi lain.
*Keempat, pada tataran ekpresi, adalah bahwa fungsi ujaran puitis hanya terbatas menunjukkan fakta-fakta yang jelas.
*Kelima, puisi menjadi sumber pengetahuan selain Alquran yang utama.
*Keenam, kritikus adalah yang menguasai dasar bahasa dan agama.
Dari uraian di atas kiranya cukup jelas seperti apa puisi yang dikehendaki oleh Islam. Dan hal ini menurut saya bisa dijadikan kerangka untuk memandang seni-seni lainnya. Misalnya film, drama, novel, musik, lukisan, juga karya-karya fotografi. Persolannya adalah bahwa karya seni atau budaya sangat kompleks. Banyak genre atau aliran-aliran yang melingkupi seni budaya tersebut. Hal ini setidaknya menimbulkan berbagai penafsiran. Dan tidak setiap kita mampu untuk melakukan penafsiran itu. Di sini diperlukan pengetahuan yang luas dan kecerdasan untuk mengungkap makna yang ada di balik karya itu. Karya bisa menjadi bermakna ketika bersentuhan dengan penikmatnya, tanpa itu karya dianggap tidak ada. Ada karya yang bisa ditafsirkan tidak dengan susah payah, dan sebaliknya ada karya yang rumit untuk ditafsirkan. Ada karya ada yang secara tegar berdiri dan menunjukkan jatidirinya dan ada karya yang baru bermakna jika ditafsir dengan kerja keras. Karena itu, sering terjadi perdebatan bahkan percekcokan yang diakibatkan oleh tafsir atau persepsi yang berbeda. Jadi, persoalannya adalah kita harus tahu teori-teori yang berhubungan dengan itu. Meski demikian pengetahuan ini pun tidak menjamin sepenuhnya untuk bisa lebih mudah dan mempunyai keseragaman dalam
menafsirkan. Sekarang mari kita gunakan kerangka berpikir Adonis ketika melihat puisi untuk melihat seni dan budaya yang lain. Inti dari uraiannya adalah bahwa yang islami itu yang mengandung kebenaran Islam dalam setiap strukturnya. Di sini Islam mewarnai setiap bentuk-bentuk kebudayaan itu. Saya akan mengambil novel Ronggeng Dukuh Paruk. Karya memerlukan penafsiran yang lebih dalam dan jauh. Hal ini bergantung kepada pribadi yang menafsirkannya.
Kearifan-kearifan lokal?
*Beberapa seni budaya budaya lokal.
*Beberapa seni budaya nonlokal.
*Sastra sufi
*Sastra pesantren
*Sastra Indonesia
Keuniversalan Islam bisa mencelup (men-shibgoh) ruang mana saja, termasuk ruang remaja dan kehidupan popular secara umum. Saya haqqul yakin tentang itu. Dan tentang sastra interpretatif Islami, saya mengusulkan kepada Chavchay untuk ikut menggenapi karya Abdul Hadi, Kuntowijoyo, dll yang telah memiliki nilai-nilai religiusitas ke- Islaman tinggi bukannya menggenapi Ayu Utami, Djenar, dan Hudan Hidayat. Baru merumuskan Sastra Islam dari hati yang terdalam!

Minggu, 27 September 2009

APRESIASI PUISI

Seperti bentuk karya sastra lain, puisi mempunyai ciri-ciri khusus. Pada umumnya penyair mengungkapkan gagasan dalam kalimat yang relatif pendek-pendek serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam bentuk bait-bait), dan tidak jarang menggunakan kata-kata/kalimat yang bersifat konotatif.
Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang sering terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit dipahami. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut untuk mengapresiasi puisi, terutama pada puisi yang tergolong ‘sulit’ :
Membaca puisi berulang kali
Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan :
- Garis miring tunggal ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma.
- Dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau pengertian kalimat sudah tercapai.
3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas maksud kalimat dalam puisi.
4. Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada).
5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.
Berbekal hasil kerja tahapan-tahapan di atas, unsur intrinsik puisi seperti tema, amanat/ pesan, feeling, dan tone dapat digali dengan lebih mudah. Berikut ini diberikan sebuah contoh langkah-langkah menganalisis puisi.
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;
kau yang baru saja mengasahnya
berpikir : ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
Tahap I : Membaca puisi di atas berulang kali (lakukanlah!)
Tahap II : Melakukan pemenggalan
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // ia tajam untuk mengiris apel /
yang tersedia di atas meja /
sehabis makan malam //
ia berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap III : Melakukan parafrase
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
(sehingga) kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // (bahwa) ia (pisau itu) tajam untuk mengiris apel /
yang (sudah) tersedia di atas meja /
(Hal) (itu) (akan) (kau) (lakukan) sehabis makan malam //
ia (pisau itu) berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap IV : Menentukan makna konotatif kata/kalimat
pisau : sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif, bisa pula disalahgunakan sehingga menghasilkan sesuatu yang buruk, jahat, dan mengerikan.
apel : sesuatu yang baik dan bermanfaat.
terbayang olehnya urat lehermu : Sesuatu yang mengerikan.
Tahap V : Menceritakan kembali isi puisi

Senin, 14 September 2009

Puisi : Karya Catur Wulan Sari

Hari Cerah

Disaat fajar menyingsing
Disambut ayam berkokok
Membuka mata perlahan namun pasti
Menyongsong hari penuh semangat
Matahari bersinar dengan cerah
Menghangatkan seluruh isi bumi
Burung merpati terbang ke angkasa
Ke sana – ke mari tanpa henti
Terlihat pantai terindah
Terdengar gelombang air bergemuruh
Terpecah oleh batu karang
Berjuta - juta butiran air jatuh
Sungguh indah bumi pertiwi ini
Hari cerah yang selalu menghampiri
Lihai – lihui harapan selalu ada
Untuk setiap hari – hari ku


Tuna Wisma

Kala mentari bermunculan
Menyinari seluruh ujung jalan
Hidup dalam kesendirian
Setiap malam yang penuh sedu – sedan
Aku memang seorang gelandangan
Tuna wisma tak punya angan
Mengais hidup demi sesuap makan
Menjalani hidup dalam kesusahan
Jembatan sebagai atap perlindungan
Dari terik matahari dan hujan
Menanti datangnya keajaiban
Untuk menjalani kehidupan


Indahnya Karunia – Mu

Matahari bersinar dengan cerah
Padi melambai begitu indah
Terlihat pantai beranugerah
Terdengar gelombang air bergemuruh
Burung kicau terbang ke langit
Merdu ramai suaranya
Hati ingin merasa bahagia
Tanpa adanya dosa
Bunga mawar tumbuh saat malam
Semerbak belaka, berbau harum
Duri itu amat tajam
Menusuk hingga ke dalam
Oh…Indahnya karunia-Mu
Terseru hati karena-Mu
Cintaku hanya untuk-Mu
Tiada pencipta selain dari-Mu


Juang

Di keheningan malam ini
Sunyi senyap tak ada rasa
Aku termenung ratapi kalbu
Rasa ini telah tertinggal
Jauh….
Jauh di mana rasa itu berpijak
Perasaanku bercampur aduk
Berharap tidur lalu mimpi indah
Esok, ku bangun dari tidur
Beranjak tuk awali hari
Walau hati ini gundah
Namun dialah yang beri aku semangat
Berdiri dan hadapi persoalan yang menanti
Teguh, gigih dan penuh asa
Kau sebagai tempat naungan
Tuk aku curahkan isi hatiku
Dalam do’a dan pinta ku…………



Damai

Angin hilir sepoi – sepoi
Tebarkan sejuk di hati
Damai….yang aku rasa
Serasa terbang bersama angin
Merdu alunan bunyinya
Mendebarkan syahdu di hati
Kan ku bawa bersama alunan musik
Yang indah di dengar
Ku hanya ingin terbang bebas
Bebas di angkasa sana
Nafas ini kan selalu mengitari
Setiap langkah indahku
Selamanya…………….